Sabtu, 23 Desember 2017

Why I choose Accountant as My Major and My Future Career

When I was a child, I wanted to become someone which have a wonderful job such as: a Doctor, a Lawyer, or an Engineer. The question is, how I end up being an accounting major? Well, it all started with a conversation at a late night with my old sister, Qatrun. She work as financial auditor at her office in BATA Shoes Company which is located in Jakarta. My Sister convinced me that accountant would be a safe job because every company need an accountant and it is an interesting job that would be constantly challenging me as a profesional. After some discussion with my dad and mom, I decided to change my interest major for collage from doctor to accounting. Also, I decided to apply to Gunadharma University. Gunadharma University located not far away from my parents house, it was great decision for my family, because I am the youngest son for my parents and my older siblings has move away from my parents house and each of them are live with their spouse. So I can go to collage and take care my parents simultaneously. Now I am entering my third year at Gunadharma University as Accounting student.
I think it is important that you find interest and passion at your major, when looking major for a collage, I looked for something that involved numbers because I am interested in working with numbers. Since I was in elementary school I have proficiency in mathematical subjects and when I am in high school I like to buy something with wholesale quantity and sell it to my friend in retail quantity and earning some profit from it. So I choose Accounting major. I realized that accounting major is the right choice for me.

I knew it since the first day of Principles of Accounting said that accounting was not going to be an easy major and that it was definitely need effort from me going to challenge me day by day. Now I am in Intermediate Accounting stage, I realized that there are a lot of different methods, principles, and rules. It all seems very overwhelming to have to memorize all of these methods and principles, but I think it will paid off someday if I study very hard since beginning stage of accounting major. Now I understand that accounting jobs are in high demand, but I will study very hard due to I will facing a lot of talented fresh graduate to competition to get best company.

Being active in several organizations, extra curricula activity in univeristy makes me become a potential person in doing both industrial and social management skills. I am a high-motivated person, quick leaner, and persist in achieving my goal in life. I also have good interpersonal skill and outgoing personality that enable me, not only to work as an independent but also to work in groups. That is a particular skill that will bring me to success in the accounting field. But my brother in law said the skill that you have will become nothing if you have a bad attitude. so my definition of professionalism is being organized, mature, confident, possessing proper time management skills and the most important is have a good attitude. If I come across something that I am not able to do then I take it upon myself to figure it out.


Someday even I got a job in great company I still determined to improve my knowledge because my life quote which I quoted from Ibnu Majah “seeking knowledge is a duty upon every muslim”. 

tugas 3, Bahasa Inggris Business 1

Kamis, 16 November 2017

HARTA HARAM MUAMALAT KONTEMPORER by DR. ERWANDI, MA

Yang dimaksud dengan harta haram, yaitu: setiap harta yang didapatkan dari jalan yang dilarang syariat. Adapun yang dimaksud dengan muamalat adalah: hukum syariat yang berkaitan dengan hubungan manusia satu dengan lainnya. Dan untuk hal yang berkenaan dengan harta biasanya ditambahkan kata “maaliyyah” yang berarti harta. akan tetapi, belakangan kata muamalat konotasinya adalah muamalat maaliyah. Seorang manusia yang hidup di abad modern ini dituntut untuk mengumpulkan dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya agar bisa hidup layak dan tenang menghadapi masa depan diri dan anak cucunya. Pada saat itu orang-orang tidak peduli lagi dari mana harta dia dapatkan.
Rasullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Akan datang suatu masa, orang-orang tidak perduli dari mana harta dihasilkannya, apakah dari jalan yang halal atau dari jalan yang haram”.
(HR. Bukhari).
Memakan harta haram adalah perbuatan mendurhakai Allah dan mengikuti langkah syaitan, Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Al Baqarah: 168).
Mendurhakai Allah (berbuat dosa) merusak diri setiap insane, merusak jasmani, rohani, dan akal fikiran.
Imam Syafi’I bersyair:

Aku mengadu kepada Waki’ buruknya hafalanku
Ia menasehatiku agar aku meninggalkan maksiat
Ia menerangkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak akan menerangi pelaku maksiat

Sebenarnya, apapun muamalat yang melanggar syariat pasti akan berdampak kezaliman terhadap masyarakat banyak, baik secara langsung mapung tidak langsung. Akan tetapi pembahasan ini dimaksudkan untuk menjelaskan kezaliman dalam muamalat yang berdampak langsung terhadap masyarakat banyak. Penjual menampilkan barang tidak sesuai dengan hakikatnya, atau ia menyembunyikan catat barang, jika pembeli mengetahui hakikat barang sesungguhnya ia tidak akan membeli barang dengan harga yang diinginkan penjual. Curang dalam berdagang itu disebut Ghisysy, maka ghisysy adalah mengurangi timbangan dan takaran, dengan tujuan ia mendapat keuntungan dari selisih barang yang ditimbang dengan benar.
Seorang pedagang muslim dapat meraih derajat yang tinggi, bersama para nabi di akhira kelak dan mendapatkan keberkahan hidup di dunia dalam hartanya. Ia dapat meraihnya melalui profesinya sebagai pedagang. Hal itu dicapainya dengan bersikap jujur, tidak menaikkan harga terlalu tinggi dan tidak menyembunyikan cacat barang yang ia ketahui kepada calon pembeli.
Rasullullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Para pedagang yang jujur lagi dapat dipercaya akan bersama para nabi, siddiqin dan orang-orang yang mati syahid”. (HR. Tirmizi, ia berkata, “Derajat hadist ini hasan”).
Rasullullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:
”Jika penjual dan pembeli jujur serta menjelaskan catat barang niscaya akad jual-beli mereka diberkahi. Tetapi, jika keduanya berdusta serta menyembunyikan catat barang niscaya dihapus keberkahan dari akad jual-beli mereka”. (HR.Bukhari dan Muslim).
Sebagian orang tidak cakap menawar harga barang, berapapun harga yang diucapkan oleh penjua dibelinya karena tia tidak tahu harga pasar sebuah barang. Maka pada saat membeli sebuah barang, sering ia tertipu, membeli di atas harga biasa. Jika pembeli tahu harga pasar namun rela dengan harga yang ditawarkan oleh penjual dengan berbagai pertimbangan, maka hukum jual beli ini halal, karena jual-beli ini terjadi atas dasar kerelaan dua belah pihak walaupun harga yang disepakati di atas harga pasar. Mengingat Islam tidak membatasi persentase keuntungan yang boleh diambil oleh penjual. Islam membolehkan seorang penjual mengambil laba sekalipun mencapai 100% dari modal atau bahkan lebih dengan syarat tidak ada ghisysy (penipuan harga maupun barang). Akan tetapi, memang keuntungan yang lebih rendah lebih afdhal dan lebih berkah bagi pedagang.
Orang yang tertipu dalam jual-beli, saat ia tahu harga pasarnya ia berhak memilih antara meneruskan jual beli atau mengembalikan barang dan meminta uang seluruhnya kembali. Dan bagi penjual, dia tidak berhak menolak pilihan yang diinginkan oleh pembeli yang tertipu ini karena hak pembeli tersebut telah ditetapkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ia sering tertipu berjual-beli, maka Nabi shallallahu alahi wa sallam bersabda:
Bila engkau membeli ucapkanlah, “Tidak boleh menipu! Kemudian, barang yang telah dibeli boleh dikembalikan selama tiga hari, jika engkau rela tahan barangnya (jangan dikembalikan) dan jika engkau tidak rela barangdapat engkau kembalikan kepada penjual ”. (HR. Ibnu Majah, Hadis ini dinyatakan Hasan oleh Al-Albani).

Selasa, 31 Oktober 2017

RESUME BANK SYARIAH DARI TEORI HINGGA KE PRAKTIK by Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec

Dewasa ini masih terdapat anggapan bahwa Islam menghambat kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai Islam sebagai faktor penghambat pembangunan (an obstacle to economic growth). Pandangan ini berasal  dari para pemikir Barat. Meskipun demikian, tidak sedikit intelektual muslim yang juga meyakini.
Manusia adalah khalifah di muka bumi,. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sengan khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.
Oleh karena itu, syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakanya.
Berkembangnya bank-bank syariah di Negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam dilakukan. Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Riba secara bahasa bermakna: zidayah(tambahan). Dalam pengertian lain, secara lingustik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Mengenai hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil… ” (an-Nisaa : 29)
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli, terbagi riba fadhl dan riba nasi’ah.  Imam ar-Razi telah menjelaskan mengapa Islam melarang system bunga. Beberapa alasan dikemukakannya untuk mendukung larangan terhadap bunga yaitu : Merampas Kekayaan Orang Lain, Merusak Moralitas, Melahirkan Benih Kebencian dan Permusuhan, Yang Kaya Semakin Kaya, yang Miskin Semakin Miskin.
Dalam tradisi fiqih Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-wadi’ah. Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,  baik individu maupun badan hukum, yang  harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Pada dasarnya, penerima simpanan adalah yad-amanah (tangan amanah), artinya ia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atay kerusakan yang terjadi pada aset titipam selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan ( yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan ( yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan (karena faktor-faktor di luar batas kemampuan). Hal ini telah dikemukakan oleh Rasullah dalam suatu hadits, “Jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhdapa titipan tersebut.” Akan tetapi, dalam aktivitas perekonomian modern, si penerima simpanan tidak mungkin akan meng-idle-kan aset tersebut, tetapi mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu. Karenanya, ia harus meminta izin dari si pemberi titipan untuk kemudian mempergunakan hartanya tersebut dengan catatan ia menjamin akan mengembalikan aset tersebut secara utuh. Dengan demikian, ia bukan lagi yad a;-amanah, tetapi yad adh-dhamanah  ( tangan penanggung) yang bertanggung jawab atas segala kehilangan/kerusakan yang terjadi pada barang tersebut.
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/  expertise)  dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al-musyarakah ada dua jenis: musyarakah pemilikan dan musyarakah akad(kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, al-mufawadhah, al-a’maal,al-wujuh, dan al-mudharabah. Aplikasi dalam Perbankan antara lain adalah Pembiayaan Proyek dan Modal Ventura. Manfaat a;-Musyarakah salah satunya adalah Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. Namun al-Musyarakah pun memiliki kelemahan diantaranya Side streaming,Lalai dan Kesalahan yang disengaja serta penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.


Jumat, 20 Oktober 2017

Tugas Teknologi SIA



CLOUD COMPUTING

Cloud computing sendiri sebenarnya merupakan hasil dari evolusi yang berlangsung secara bertahap. Sebelum cloud computing mulai booming seperti sekarang ini, terlebih dahulu terjadi beberapa fenomena seperti virtualisasi, grid computing, ASP / application service provision dan juga Software as a service atau yang lebih dikenal pula dengan sebutan SaaS. Sebenarnya, pada tahun 60 an pun sudah mulai muncul konsep yang menyatukan beberapa sumber computing dengan menggunakan jaringan yang bersifat global.
Pada saat itu, sistem seperti ini disebut dengan “Intergalactic Computer Network”. Sistem ini diciptakan oleh J.C.R. Licklider yang kemudian menjadi penanggung jawab atas pembangunan Advanced Research Projects Agency Network (ARPANET) tepatnya pada tahun 1969. Licklider memiliki sebuah cita-cita dimana ia ingin setiap orang di dunia ini mampu terhubung satu sama lain dan mampu mengakses data serta program dari berbagai sistus dan dari berbagai tempat.

Cloud Computing? Pasti banyak dari para pembaca yang sudah sering dengar kata tersebut, atau jika belum pernah dengar, mungkin pernah dengar istilah dalam bahasa Indonesia-nya, yaitu “Komputasi Awan”. Ada banyak tulisan dan sudut pandang untuk menjelaskan apa itu Cloud Computing, namun banyak dari penjelasan tersebut yang terlalu teknis, sehingga bagi orang awan akan kesulitan untuk memahaminya. Tulisan ini sengaja dibuat untuk mempermudah orang awam memahami Cloud Computing.
Apa itu Cloud Computing? Untuk memudahkan pemahaman mengenai model cloud computing kita ambil analogi dari layanan listrik PLN. Tentu kita semua adalah para pemakai listrik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa menikmati listrik, kita tidak perlu mendirikan infrastruktur pembangkit listrik sendiri, bukan? Yang perlu kita lakukan adalah mendaftar ke PLN karena PLN sudah menyediakan layanan listrik ini untuk pelanggan. Kalau Anda pernah melihat gardu induk PLN, Anda akan melihat bagaimana rumitnya instalasi listrik disana dengan banyak sekali transformator dan peralatan berat lainnya (Resource Pooling). Disinilah sumber daya listrik berpusat untuk kemudian didistribusikan ke pelanggan. Distribusi listrik ke pelanggan dari gardu induk ini menggunakan kabel listrik yang sudah distandarisasi. Kabel antara pembangkit listrik dengan gardu induk biasa dikenal dengan istilah SUTET (Saluran Udara Tegangan Ektra Tinggi). Dari gardu induk, distribusi kemudian dipecah ke gardu-gardu lain sampai akhirnya sampai di rumah pelanggan dengan kabel yang lebih kecil. Kabel listrik yang ada ini menjamin koneksi listrik yang cepat, sehingga layanan listrik bisa dinikmati terus menerus (Broad Network Access). Setelah mendaftar, pelanggan bisa memakai energi listrik dan membayar kepada PLN berdasarkan jumlah penggunaan listrik kita tiap bulan. Jumlah yang dibayar dihitung dari meteran listrik di rumah pelanggan (Measured Service). Saat pelanggan butuh daya tambahan karena suatu tujuan khusus (misalnya saat acara pernikahan keluarga), pelanggan tinggal meminta kepada PLN untuk menambahkan daya, dan suatu saat nanti ketika ingin menurunkan daya lagi, pelanggan tinggal meminta juga kepada PLN.
Bisa dikatakan penambahan daya listrik ini bersifat elastis, untuk menambah daya atau menurukannya bisa dilakukan segera (Rapid Elasticity). Akan sangat menarik jika kedepannya untuk melakukan penambahan/penurunan daya tersebut, pelanggan bisa melakukannya sendiri dari suatu alat yang disediakan oleh PLN., sehingga tidak dibutuhkan lagi interaksi dengan pegawai PLN (Self Service). Ketika memakai layanan listrik dari PLN, pelanggan tidak perlu pusing untuk memikirkan bagaimana PLN memenuhi kebutuhan listrik . Hal terpenting yang perlu diketahui adalah listrik menyala untuk kebutuhan sehari-hari, serta berapa tagihan listrik yang perlu dibayar tiap bulannya. Pelanggan tidak perlu mengetahui secara detail bagaimana PLN merawat infrastruktur listriknya, bagaimana ketika mereka ada kerusakan alat, bagaimana proses perawatan alat-alat tersebut, dsb.
Intinya, pelanggan cukup tahu bahwa dapat menikmati listrik dan berkewajiban membayar biaya tersebut tiap bulannya, sedangkan PLN sendiri berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan listrik pelanggannya. Nah, analogi PLN di atas adalah gambaran dari layanan Cloud Computing. Menurut NIST (National Institute of Standards and Technology), terdapat 5 karakteristik sehingga sistem tersebut disebut Cloud Computing, yaitu:
1.      Resource Pooling Sumber daya komputasi (storage, CPU, memory, network bandwidth, dsb.) yang dikumpulkan oleh penyedia layanan (service provider) untuk memenuhi kebutuhan banyak pelanggan (service consumers) dengan model multi-tenant. Sumber daya komputasi ini bisa berupa sumber daya fisik ataupun virtual dan juga bisa dipakai secara dinamis oleh para pelanggan untuk mencukupi kebutuhannya.
2.      Broad Network Access Kapabilitas layanan dari cloud provider tersedia lewat jaringan dan bisa diakses oleh berbagai jenis perangkat, seperti smartphone, tablet, laptop, workstation, dsb.
3.      Measured Service Tersedia layanan untuk mengoptimasi dan memonitor layanan yang dipakai secara otomatis. Dengan monitoring sistem ini, kita bisa melihat berapa resources komputasi yang telah dipakai, seperti: bandwidth , storage, processing, jumlah pengguna aktif, dsb. Layanan monitoring ini sebagai bentuk transparansi antara cloud provider dan cloud consumer.
4.      Rapid Elasticity Kapabilitas dari layanan cloud provider bisa dipakai oleh cloud consumer secara dinamis berdasarkan kebutuhan. Cloud consumer bisa menaikkan atau menurunkan kapasitas layanan. Kapasitas layanan yang disediakan ini biasanya tidak terbatas, dan service consumer bisa dengan bebas dan mudah memilih kapasitas yang diinginkan setiap saat.
5.      Self Service Cloud Consumer bisa mengkonfigurasikan secara mandiri layanan yang ingin dipakai melalui sebuah sistem, tanpa perlu interaksi manusia dengan pihak cloud provider. Konfigurasi layanan yang dipilih ini harus tersedia segera dan saat itu juga secara otomatis.
Kelima karakteristik Cloud Computing tersebut harus ada di service provider jika ingin disebut sebagai penyedia layanan Cloud Computing. Salah satu saja dari layanan tersebut tidak terpenuhi, maka penyedia layanan tersebut belum/tidak pantas disebut sebagai cloud provider.
Layanan Cloud Computing Setelah pengguna mengetahui karakteristik dari Cloud Computing, berikutnya akan dibahas jenis-jenis layanan dari Cloud Computing. NIST sendiri membagi jenis layanan Cloud Computing menjadi tiga sebagai berikut:
1.      Software as a Service (SaaS)
SaaS adalah layanan dari Cloud Computing dimana pelanggan dapat menggunakan software (perangkat lunak) yang telah disediakan oleh cloud provider. Pelanggan cukup tahu bahwa perangkat lunak bisa berjalan dan bisa digunakan dengan baik.
Contoh dari layanan SaaS ini antara lain adalah: 
·         Layanan produktivitas: Office365, GoogleDocs, Adobe Creative Cloud, dsb.
·         Layanan email: Gmail, YahooMail, LiveMail, dsb.
·         Layanan social network: Facebook, Twitter, Tagged, dsb.
·         Layanan instant messaging: YahooMessenger, Skype, GTalk, dsb.
Selain contoh di atas, tentu masih banyak lagi contoh yang lain. Dalam perkembangannya, banyak perangkat lunak yang dulu hanya bisa dinikmati dengan menginstal aplikasi tersebut di komputer kita (on-premise) mulai bisa dinikmatidengan layanan Cloud Computing. Keuntungan dari SaaS ini adalah kita tidak perlu membeli lisensi software lagi. Kita tinggal berlangganan ke cloud provider dan tinggal membayar berdasarkan pemakaian.
2.      Platform as a Service (PaaS)
PaaS adalah layanan dari Cloud Computing kita bisa menyewa “rumah” berikut lingkungannya, untuk menjalankan aplikasi yang telah dibuat. Pelanggan tidak perlu pusing untuk menyiapkan “rumah” dan memelihara “rumah” tersebut. Yang penting aplikasi yang dibuat dapat berjalan dengan baik. Pemeliharaan “rumah” ini (sistem operasi, network, database engine, framework aplikasi, dll) menjadi tanggung jawab dari penyedia layanan.   
  Sebagai analogi, misalkan ingin menyewa kamar hotel, kita tinggal tidur di kamar yang sudah disewa, tanpa peduli bagaimana “perawatan” dari kamar dan lingkungan kamar. Yang terpenting adalah, suasananya nyaman untuk digunakan. Jika suatu saat dibuat tidak nyaman, maka pelanggan dapat pindah ke hotel lain yang lebih bagus layanannya. Contoh penyedia layanan PaaS: Amazon Web Service, Windows Azure, dan GoogleApp Engine
Keuntungan dari PaaS bagi pengembang dapat fokus pada aplikasi yang sedang dikembangkan tanpa harus memikirkan “rumah” untuk aplikasi, dikarenakan ahl tersebut sudah menjadi tanggung jawab cloud provider.
3.      Infrastructure as a Service (IaaS)
IaaS adalah layanan dari Cloud Computing sewaktu kita bisa “menyewa” infrastruktur IT (unit komputasi, storage, memory, network, dsb). Dapat didefinisikan berapa besar unit komputasi (CPU), penyimpanan data (storage), memory (RAM), bandwidth , dan konfigurasi lainnya yang akan disewa.
Untuk lebih mudahnya, layanan IaaS ini adalah seperti menyewa komputer yang masih kosong. Kita sendiri yang mengkonfigurasi komputer ini untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan kita dan bisa kita install sistem operasi dan aplikasi apapun diatasnya.
Contoh penyedia layanan IaaS : Amazon EC2, Rackspace Cloud, Windows Azure, dsb. Keuntungan dari IaaS ini adalah kita tidak perlu membeli komputer fisik, dan konfigurasi komputer virtual tersebut dapat diubah (scale up/scale down) dengan mudah. Sebagai contoh, saat komputer virtual tersebut sudah kelebihan beban, kita bisa tambahkan CPU, RAM, Storage, dsb. dengan segera.
Cloud Computing pun mempunyai kelebihan dan kekurangan, diantara kelebihannya adalah Menghemat biaya dan ruangan infrastruktur pembelian sumber daya computer,bisa mengakses file dimana saja dan kapan saja, dan bisa operasioal dan manajemen lebih mudah dan sederhana. Sedangkan kekurangannya diantara lain komputer akan menjadi lemot atau lambat atau tidak bisa dipakai sama sekali bila internet putus dan computer akan menjadi sangat lambat karena diakses oleh banyak pengguna sehingga server akan menerima banyak sekali permintaan.

Saat ini cloud computing sudah menjadi bagian kehidupan manusia. Secara definisi, cloud computing adalah penggunaan sumber daya komputasi (hardware dan software) yang diwujudkan dalam bentuk layanan yang bisa diakses melalui jaringan, di mana pengguna tidak perlu bersusah-susah memikirkan bagaimana menyediakan, mengelola software dan hardware tersebut. Google sebagai salah satu perusahaan besar di dunia internet menyadari bahwa cloud computing merupakan layanan yang banyak digunakan orang. Oleh karena itu Google mengembangkan beberapa layanannya dengan berbasis cloud, diantaranya Google Drive.
Google Drive memfasilitasi penggunanya untuk membuat, menyimpan dan membagi dokumen dengan pengguna lainnya. Untuk layanan simpan, Google Drive memberikan layanan penyimpanan dengan kapasitas cukup besar, yaitu 5 GB dan bisa ditambah dengan berbayar.
A.    Fasilitas yang dimiliki oleh google drive antara lain:
1.      Fasilitas untuk membuat dokumen
Google Drive memungkinkan penggunanya untuk membuat dokumen dengan pengolah kata, pengolah angka, media presentasi, form dan dokumen-dokumen lainnya.

2.      Berbagi (sharing) dokumen
Dokumen yang sudah dibuat di Google Drive dapat di-share, sehingga memungkinkan banyak orang dapat menggunakan secara bersamaan, bekerja pada dokumen yang sama meski tidak berada pada satu tempat,. Pengguna bebas memilih kepada siapa saja dokumen tersebut akan di-share.
3.      Terintegrasi dengan layanan Google lainnya
Para pengguna yang biasa menggunakan layanan lainnya dari Google akan merasakan kemudahan dengan menggunakan Google Drive. Bagi pengguna layanan email Gmail, pengguna tidak akan lagi menghadapi masalah dengan pembatasan kapasitas attachment. Jika file yang dilampirkan melebihi batasan kapasitas attachment, pengguna cukup mengirimkan link tempat menyimpan file di dalam email yang akan dikirim. Begitu juga apabila pengguna menginginkan foto/gambarnya terpasang di lingkaran Google+, pengguna tidak perlu bersusah payah mengunggah foto-fotonya di Google+, tapi cukup menyimpan di Google Drive dan secara otomatis foto akan tepasang di Google+.
4.      Fasilitas Pencarian
Google Drive memberikan layanan pencarian yang lebih baik dan lebih cepat dengan kata kunci tertentu. Google Drive juga dapat mengenali gambar atau teks dari dokumen hasil scan.
5.      Kemampuan menampilkan berbagai tipe file
Google Drive dapat membuka lebih dari 30 tipe file berbeda dengan browser, termasuk file video, file image, dan lain-lain tanpa mensyaratkan pengguna untuk menginstal software yang sesuai dengan tipe atau ekstensi file tersebut.
6.      Kemampuan menjalankan aplikasi
Google Drive juga mempunyai kemampuan untuk membuat, menjalankan dan membagi file aplikasi favorit yang dimiliki oleh pengguna.
Amazon Web Services adalah sekumpulan layanan-layanan berbasis Cloud Computing yang di sediakan oleh Amazon sejak tahun 2002. Meskipun salah satu perusahaan raksasa internet ini sering kita kenal untuk membeli buku dan lagu, namun sekarang Amazon telah menambah layanannya dalam hal infrastrutktur cloud computing. Amazon Web Services ini menyediakan layanan-layanan nya yang saling terintegrasi dan mudah kustomisasi. Pada tahun 2006, amazon mengenalkan Amazon’s Elastic Compute cloud (EC2) sebagai commercial web service yang menyediakan akses cloud kepada perusahaan dan individu untuk menyewa komputer storage yang bisa digunakan sebagai platform pengembangan aplikasi secara online, inilah awal dari IaaS, yaitu perusahaan yang menyediakan infrastruktur sebagai sebuah layanan
MANFAAT AMAZON WEB SERVICES
Amazon Web Services menyediakan layanan infrastruktur kunci bisnis dunia yang bermanfaat untuk membangun bisnis perusahaan dan sebagai akses penawaran produk dari suatu perusahaan ke perusahaan lain. Amazon Web Services juga menyediakan layanan cloud computing sehingga pengguna dapat menyimpan data secara permanen di dalam server di internet.
KELEBIHAN AMAZON WEB SERVICES
Amazon Web Services menyediakan kontrol akses untuk memastikan topik dan pesan dijamin terhadap akses yang tidak sah
Amazon Web Services dapat diakses di mana saja dan kapan saja. Efisiensi waktu dalam bisnis. Perusahaan-perusahan akan lebih dimudahkan dalam melakukan jual beli dengan menggunakan Amazon Web Services. 
LAYANAN KOMPUTASI
Layanan ini di khususkan untuk memberi infrastruktur untuk pengguna yang ingin menggunakan Amazon untuk melakukan komputasi seperti server atau clustered server. Di mana server-server tersebut disebut instance.Amazon Elastic Compute Cloud (EC2) adalah platform komputasi berupa virtual computer yang dapat di kustomisasi maupun di kembangkan dengan menggunakan prinsip cluster dan load balance.
Amazon Elastic Map Reduce adalah layanan yang membantu dalam analisis data seperti data penjualan, data stock, data server log dan lain-lain. Yang kemudian data-data tersebut dapat di konversikan menjadi sebuah hasil analisis yang dapat digunakan dalam sistem pengambil keputusan. Elastic Load Balancingadalah layanan yang menjadi satu paket dengan Amazon EC2, di mana layanan ini berfungsi untuk menyeimbangkan beban antara instance-instance yang kita miliki dalam Amazon EC2.



LAYANAN PENYIMPANAN
Layanan yang memberi infrastruktur untuk pengguna yang ingin menggunakan Amazon untuk melakukan penyimpanan. Layanan ini dapat digunakan oleh user sebagai media backup maupun Content Delivery Network (CDN).
Amazon Simple Storage Service (S3) adalah layanan media penyimpanan media internet. Amazon S3 dapat menjadi shared folder maupun Network Attached Storage. Amazon Elastic Block Store (EBS) adalah tempat penyimpanan di sitem operasi Amazon EC2. EBS ini juga merupakan media yang disimpan diatas Amazon S3
AWS Storage Gate way adalah layanan penyimpanan yang disediakan Amazon untuk perusahaan berskala besar. Amazon Cloud Front adalah layanan untuk distribusi konten ke berbagai lokasi server Amazon. 
 LAYANAN BASIS DATA
Layanan ini di khususkan untuk basis data, di mana basis data kita tersebut disimpan di cloud, dan dapat di akses dari mana saja secara aman, cepat dan terpecaya.
Amazon Relational Database Service (RDS) adalah layanan server basis data di mana data dan server akan berada di cloud yang akan menjamin kualitas koneksi, kecepatan, keamanan dan kehandalan. Kita dapat memiliki aplikasi server yang kita mau seperti: MySQL, Oracle dan SQL
Amazon DynamoDBadalah layanan server basis data yang NoSQL dengan kualitas koneksi, kecepatan, keamanan dan juga mudah di setup dan konfigurasi. Amazon Simple DB adalah layanan server basis data yang NoSQL yang mirip dengan Amazon DynamoDB namun dengan skala yang lebih kecil. Amazon ElastiCacheadalah layanan memory cache di atas cloud.
LAYANAN JARINGAN
Layanan ini di khususkan untuk mengatur jaringan antara layanan-layanan yang di dalam cloud maupun di luar cloud. Amazon Route 53 adalah layanan untuk domain name server (DNS). Amazon Virtual Private Cloud (VPC)adalah layanan untuk membuat private cloud dengan menggabungkan layanan-layanan yang ada dalam Amazon Web Services.

 LAYANAN APLIKASI
Layanan aplikasi ini desediakan oleh Amazon untuk melengkapi layanan-layanan yang lainnya. Layanan-layanan ini seperti aplikasi pencarian, aplikasi notifikasi, aplikasi email server, aplikasi workflow. Amazon CloudSearchadalah layanan untuk menggabungkan fungsi pencarian dari Amazon Cloud Search dengan aplikasi yang kita miliki.
Amazon Simple Workflow Service (SWF)adalah layanan alur kerja proses bisnis atau mengelola infratruktur cloud di dalam Amazon Web Service. Amazon Simple Queue Service (SQS)adalah layanan yang menyediakan sistem antrian pesan/intruksi dari satu aplikasi ke aplikasi lainnya.
Amazon Simple Notification Service (SNS)adalah layanan yang menyerupai mailing list, di mana kita dapat melakukan notifikasi kepada klien, nasabah maupin pengguna-pengguna lainnya dengan mengirimkan Email dan SMS. Amazon Simple Email Service (SES)adalah layanan Email yang memperbolehkan menggunakan email server cloud untuk mengirimkan email dengan aman dan cepat.

METODE ATAU IMPLEMENTASI TEKNOLOGI AMAZON WEB SERVICES
Amazon.com sebelumnya lebih terkenal dengan toko buku online-nya. Meski demikian, beberapa tahun yang lalu (sekitar tahun 2005), Amazon mengembangkan dirinya menjadi AWS (Amazon Web Service) yang menyediakan layanan komputasi awan, di mana setiap fungsi yang ada di dalamnya bisa diakses dengan panggilan Web Service. Protokol-protokol Web Service yang digunakan adalah SOAP dan REST. Konsep yang sangat penting dalam Amazon Web Service (AWS) adalah instance. Menggunakan suatu teknik yang dinamakan sebagai virtualisasi, para pengguna bisa melakukan pengembangan aplikasinya di atas berbagai perangkat keras dengan cara yang serupa dengan saat pengembangan aplikasi dilakukan pada sebuah mesin tunggal.

















REFERENSI
Jurnal :
Alex Budiyanto(2012), Pengantar Cloud Computing. Data diakses pada 17 Oktober 2017 pukul 15.03 dari http://smuet.lecture.ub.ac.id/files/2012/06/E-Book-Pengantar-Cloud-Data Computing-R1.pdf
Laman :
Pengertian, Manfaat, Cara Kerja dan Contoh cloud Computing. Dara diakses pada 17 Oktober 2017 pukul 18.30 dari http://rhakam.blog.widyatama.ac.id/2016/02/09/pengertian-manfaat-cara-kerja-dan-contoh-cloud-computing-sumber-pengertian-manfaat-cara-kerja-dan-contoh-cloud-computing/
Sejarah Perkembangan Cloud Computing. Data diakses pada 17 Oktober 2017 pukul 21.00 dari http://blog.lintasarta.net/article/industry-solutions/sejarah-perkembangan-cloud-computing/
Cloud Computing Menggunakan Google Drive. Data diakses pada 18 Oktober 2017 pukul 14.20 dari https://ladygodiva99.wordpress.com/2014/11/24/cloud-computing-menggunakan-google-drive/
Perusahaan-perusahaan yang menyediakan layanan Cloud Computing. Data diakses pada 18 Oktober 2017 pukul 14.57 dari https://farizes.wordpress.com/2016/04/05/perusahaan-perusahaan-yang-menyediakan-layanan-cloud-computing/


Minggu, 13 Agustus 2017

MENDORONG GENERASI MUDA DENGAN DAKWAH

Agama merupakan salah satu aspek penting yang tidak terlepas dalam kehidupan manusia. Munculnya agama dilandaskan atas dasar keadaan atau kondisi masyarakat yang saat itu berada dalam situasi yang kacau. Seperti banyak terjadinya peperangan, diskriminasi terhadap kaum perempuan, perbudakan sampai homoseksualitas. Oleh karena itu, agama muncul sebagai sistem yang berfungsi untuk mengontrol kehidupan dan menjadi pedoman hidup bagi manusia.
 Islam merupakan salah satu agama yang muncul dan eksis dikalangan masyarakat.  Islam pertama kali diturunkan kepada nabi Muhamad Shallallahu’alaihi Wa Sallam di Mekah pada zaman jahiliah (kebodohan), dimana mayoritas masyarakatnya merupakan penyembah berhala. Oleh karena itu, agama muncul sebagai pengontrol dan pembatas dalam pola kehidupan manusia baik secara individu maupun masyarakat pada saat itu.
Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menjelaskan di dalam kitab suci Al-Qur’an tentang peranan dan kedudukan orang mu’min, dalam kehidupan mereka diatas muka bumi ini. Sebagaimana telah di jelaskan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam QS Ali-Imran ayat 110, Mengenai kelebihan umat islam dari umat yang lain.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran : 110).



Setiap bangsa menaruh mimpi dan harapan akan masa depan yang lebih baik pada generasi muda sebagai penerus bangsa. Dengan segenap potensi dan ekspresinya, generasi muda menjadi agen perubahan yang diharapkan. Tongkat estafet kepemimpinan, pembangunan dan perjuangan cita-cita bangsa niscaya akan diemban para pemuda hari ini dan akan datang. Maka sebuah negara akan selalu mempersiapkan generasi mudanya menjadi generasi emas untuk membawa perubahan bangsa yang lebih baik di segala bidang. 
Merujuk pada data sensus penduduk di tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai mencapai 237,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut 26,67 persen atau 63,4 juta diantaranya merupakan penduduk usia muda yaitu 11-24 tahun (BPS, 2010). Jumlah ini merupakan cerminan peluang dan potensi emas yang akan membawa Indonesia mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaannya. Jika perhitungan kuantitas tersebut dapat berbanding lurus dengan tingkat kualitas generasi muda, hal tersebut dapat menjadi jaminan kejayaan bangsa di masa yang akan datang. Dapat dibayangkan kekayaan kreatifitas, inovasi, gagasan pemikiran, karya dan kinerja yang akan disumbangkan 63,4 juta pemuda untuk bangsa ini. Oleh sebab itu kualitas penduduk remaja harus terus dijaga dan ditingkatkan agar dapat benar-benar menjadi aset pembangunan yang potensial.
Besarnya penduduk usia muda akan mempengaruhi pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan saat ini maupun di masa yang akan datang. Penduduk remaja perlu mendapat perhatian serius sebab remaja termasuk dalam usia sekolah, usia kerja dan usia reproduksi yang akan berperan besar bagi kemajuan bangsa. Karakteristik remaja yang selalu ekspresif, selalu ingin tahu dan mudah menerima nilai-nilai baru merupakan hal yang harus terus dikawal dan diarahkan pada hal-hal yang positif. Era globalisasi yang menerabas batas dan menghadirkan beragam perubahan telah membawa berbagai pengaruh kedalam kehidupan, perilaku dan mental masyarakat, tidak terkecuali bagi kehidupan remaja. 
Tidak terpungkiri globalisasi menghadirkan nilai dan budaya baru yang tidak semuanya layak dan tepat diterapkan di Indonesia. Arus globalisasi kini kian deras menginfiltrasi berbagai bidang kehidupan lewat transkulturasi dan modernisasi. Keduanya menggerus beragam nilai dalam sendi-sendi kehidupan dan menyebabkan perubahan cara pandang, gaya hidup, hubungan sosial hingga menggoyahkan keyakinan memegang nilai-nilai budaya. Kegagalan melakukan penyaringan transkulturasi dan pembentengan dengan nilai-nilai budaya diindikasikan dengan munculnya permasalahan dekadensi moral dan penyimpangan sosial. 
Kehidupan yang serba cepat, instan, bebas dan disandarkan berdasarkan nilai materi menjadi awal bencana dalam kehidupan kemanusiaan masa kini. Atas nama modernisasi, generasi kita mulai terseret dalam pola konsumerisme, menceburkan diri dalam gaya hidup bebas dan hedonis. Selain itu semakin bersikap apatis dengan berbagai permasalahan masyarakat dan bangsa yang ada disekitarnya. Selalu menagih apa yang negara berikan, tanpa melihat apa yang telah disumbangkan untuk bangsa. Generasi kekinian perlahan mulai kehilangan rasa memiliki dan kebanggaan atas tanah air. Menjadi individualistis dan tidak peduli dengan sesamanya. Cenderung memaksakan kehendak, kehilangan rasa toleransi dan bahkan menggunakan cara kekerasan dan radikal untuk mencapai tujuan. Kondisi ini menjadi bibit lahirnya permasalahan kebangsaan yang kini sedang menggerogoti ketahanan nasional.Wujud nyata hal tersebut tergambar dari kehidupan remaja yang semakin mencemaskan. Dari jumlah besar remaja aset bangsa potensial, sebagian berguguran terjerumus pergaulan bebas, seks bebas, pornografi, narkotika kekerasan dan berbagai bentuk permasalahan remaja lainnya. 

Urgensi dakwah terhadap generasi muda sangat dibutuhkan agar para generasi muda dapat terbimbing dan membimbing orang lain dan bersama-sama menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik lagi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan, memberdayakan kampus sebagai salah satu objek tempat dakwah, karena kampus merupakan salah satu sumber tempat mencari ilmunya generasi penerus bangsa.

Egypt's tourism sector showing strengths despite challenges

While Egypt has faced several challenges in recent years, tourism remains one of its leading foreign currency exchange providers and the sector is a key contributor to both GDP and job creation. The sector has historically played a central role in the economy, with its total contribution to GDP rising from 8.5% in 1988 to a high of 19.5% in 2007, according to the World Travel & Tourism Council (WTTC). 
The country’s attractions are diverse – ranging from unique archaeological sites, to sandy beaches and cultural festivals, to desert trekking. This breadth in the tourism offering has helped the country develop into one of the most prominent destinations in the region, which is no small feat when one considers the competition. Egypt’s comparatively well-developed tourism infrastructure, including sizable bed capacity and direct international connections, has also helped the sector attract an increasing diverse range of visitors from Europe, Asia and the Middle East. 
Challenges 
Despite the strong position of the country, relative to its neighbours, and the long history of support for the tourism sector, it has not always been smooth sailing. The sector has had to navigate choppy waters in recent years, including post-revolution instability and terrorism threats. 
The sector’s total contribution to GDP fell to 14.5% in 2011 and further to 12.4% in 2013, before staging a modest recovery in 2014 to 12.8%. In the aftermath of the downing of Metrojet 9268 in October 2015, the industry was hit hard again, and as of late November the government was forecasting declines for both sector revenues and tourist numbers of around 15% and 13%, respectively, for the year. 

Despite challenging headwinds, the sector remains a vital part of the economy. In nominal dollar terms, the direct contribution of tourism to GDP has stagnated at between $30bn and $40bn a year (peaking at $38.5bn in 2012).Meanwhile, In nominal local currency terms, the sector’s contribution came to LE255bn ($34.8bn) in 2014. Direct and indirect employment from the sector has dropped from 19.5% of total employment in 2007 to 12.8% in 2014. Nevertheless, these jobs are vitally important in a country where official unemployment runs at 12.8%. Khaled Ramy, who served as minister of tourism between March and September 2015, said in early 2015 that the country was aiming to attract 20m visitors by 2020. Egypt is also trying to increase the average daily spend of its visitors by 30%.


Historical Destination 
Although the country is facing a host of challenges, including several years of political and economic instability and a number of high-profile security incidents, Egypt’s tourism sector has proved relatively resilient in the face of difficulties in the past, and given time and the right conditions, it is likely to bounce back again. 
Egypt has a long history of tourism, dating back to when the Greeks and Romans visited in ancient times. In the 19th century, Europeans flocked to the country and were especially attracted to Nile cruises. Contemporary reports indicate that 50,000 people came in the 1897-98 season. Egypt was known not only for its antiquities, but also for its healthy, dry climate. In the 20th century, tourism grew rapidly as the number of destinations in the country increased and travel became easier. Yet the sector was challenged repeatedly, first by the Second World War and then by events in mid-century that caused instability locally and altered relations with other nations: the political turmoil of the 1950s, the nationalisation of the Suez Canal and the conflicts with Israel. Egypt’s turn from the West towards the Soviet Union was especially problematic, as it distanced the country from the traditional source of tourists, Europe and the US. 
Bounce Back 
A terror incident in 1992 and the Temple of Hatshepsut attack in 1997 both challenged the sector. But following the latter tragedy, the government redoubled its efforts to fight extremism and committed to improving tourism.
One of the major focus areas was the development of human resources capacity. Under the Egypt Tourism Workforce Development Project, started in 2002 with support from the US Agency for International Development, the government and its partners worked to improve skills relevant to food service and safety, providing vocational training and developing facilities to educate and train potential management.

Other elements of the initiative included the creation of qualifications programmes and the building of training centres that could improve employees’ skills and streamline hiring processes. The first phase of the programme trained around 10,000 people. The second phase started in 2005 with the aim of training 16,000 workers.
The results of these efforts was strong growth for the sector for over a decade – a new golden age for Egyptian tourism. Tourist arrivals rose from 50,000 a month in the mid-1980s to a high of nearly 1.5m a month in late 2010. The number of visitors was around 800,000 a month as of mid-2015. 
Recent Rebound 
Tourism dropped dramatically following the ouster of Hosni Mubarak in 2011. The fall continued with the rise of the Muslim Brotherhood and the subsequent removal of Mohamed Morsi as president in 2013. Several terrorist attacks in 2015 further dented already weak international sentiment and revenues at heritage sites in the country are down by 95% since the troubles began, according to local press. But throughout, the overall tourism market has held up relatively well under the circumstances. Local tourism and tourists from regional destinations remained strong. In 2014 domestic travel spending was responsible for 64.1% of all direct travel and tourism GDP, according to the WTTC, while the number of Arab tourists saw a notable increase in the first half of 2015 (see analysis). 
Most of all, while the overall numbers were down, a steady stream of visitors continued to arrive and the market never shut down completely. The totals had retreated to 2005 levels, off their historic highs, but nevertheless they were still nearly twice the 1982-2015 average of 469,000 visitors a month. Sector participants say that it is important to keep the troubles in perspective. 
“What is happening in the region is not a secret. We are facing significant challenges,” said Ayman Altaranissi, director-general of the Egyptian Tourism Federation (ETF). “However, the situation in Egypt is not that bad. In Egypt, it is actually quite better than in other surrounding areas.” 
Competitiveness
Egypt offers a wide range of tourist attractions that make it competitive with destinations globally. It has sand and sea in two notable areas, the White Med and the Red Sea. The former offers resorts and fishing as well as cultural attractions, including Alexandria and some new archaeological finds, while the latter appeals more to those seeking a pure beach vacation. The vast expanse of the Western Desert has a number of oases, some with hot springs, mineral springs and salt lakes, and massive dune fields. 
The strongest draw is the historical sites, mostly those concentrated in the Nile Valley. The valley includes such attractions as the rescued temples at Abu Simbel in Upper Egypt, the historic monument of Aswan, the many wonders of Luxor (including the tomb of Tutankhamun, the Valley of the Kings, the Valley of the Queens and the Mortuary Temple of Ramses III), and the Cairo area, with pyramids, the Great Sphinx, museums and markets. The country has an estimated total of 120 pyramids (depending on variations in how they are counted), and these structures remain a unique asset and a perpetual international draw. The Great Pyramid of Giza – also known as the Pyramid of Khufu – is the only one of the Seven Wonders of the World that remains intact. 
Despite its wealth of antiquities and natural assets, Egypt ranks 83rd out of 141 countries on the World Economic Forum’s “World Travel & Tourism Competitiveness Report”, behind the Philippines, Kenya, Vietnam, Tunisia and Guatemala, and ahead of Azerbaijan, Kazakhstan, Laos and Mongolia. It has fallen from number 75 in 2011.

Egypt’s low ranking in the report reflects a number of obvious problems. In terms of security, the country ranks 136, while in the ground and port infrastructure category it is at 103. What is surprising, according to the writers of the survey, is the low score that the country achieves in the oral and intangible heritage category (60), suggesting that the country has under-leveraged its cultural assets. Egypt also ranks unusually low in the international openness category (115). 
Strengthening Measures 
In light of the challenges it has been facing, Egypt has been working to improve the sector’s fundamentals. In September 2015 the Ministry of Tourism signed a $68m contract with J Walter Thompson, an advertising firm involved in Egypt’s marketing efforts prior to 2009. The plan is to run adverts in 27 markets around the world. The country wants not only to promote what it has to offer in terms of sites, antiquities and other attractions, but also to counter the negative image of Egypt being broadcast by the international press. Industry executives believe the situation has been distorted and exaggerated, and that the reality is far different to popular perception, with the international press choosing to focus on the few tragedies and missing the larger picture. “We do not colour things and make them rosy,” said Altaranissi. “We tell them what is really happening. But the media relates a distorted picture rather than the facts.” 
The Ministry of Tourism is also working to further diversify the sector. It wants to develop other products and activities that could attract more people and offer visitors reasons to stay longer and spend more money. To support these capacity-building efforts, the government has been seeking investment support and partnership with tourism product developers. Some projects that are currently under development include those related to golf, sailing, shopping and wellness.

Diversifying along the economic spectrum is another priority, with more three-star hotels being built to appeal to a wider range of customers. The hope is to attract everyone from the luxury traveller to the budget tourist. 
The government has been innovative in its efforts to increase interest in the country’s historical sites. In October 2015, the Egyptian Ministry of Antiquities, in cooperation with local and international academic institutions, initiated the Scan Pyramids Project. The goal is to use non-invasive techniques, such as thermal scanning, muon detectors, lasers, cameras and drones, to study four target pyramids: Bent and Red at Dahshur and Khufu and Khafre at Giza. The programme, which will run through 2016, quickly found some interesting anomalies. At Khufu, a number of stones were found to be hotter than others on the face, suggesting the possible existence of an undiscovered chamber within the site. 
Industry Sustainability 
One of the more salient aspects of the government’s efforts to improve the industry’s overall health is through increasing its sustainability and reducing visitor footprints ( sometimes quite literally) on attractions. The country is focusing its efforts on biodiversity, establishing sustainable waste disposal and reducing CO emissions. Because Egypt is home to so many antiquities, striking the right balance between allowing access to sites and preserving the country’s cultural heritage is vital if it is to make its sector sustainable. 
The Red Sea has become a particular focus for preservation efforts. One of its major assets is its marine environment, which is also fragile and susceptible to damage.

Coral, for instance, is especially vulnerable to risks posed by over-visitation. Some of the steps proposed to ensure the longevity and health of these assets are a land use plan, the creation of protected areas, the establishment of nature preserves, the installation of buoys to protect the coral, the introduction of environment management systems for resorts, the creation of a standard environmental impact assessment, the introduction of best practices and the development of an awareness campaign. Zoning and the improvement of relevant information, especially geographic information system mapping, are central to the strategy.
In early 2015 the Global Sustainable Tourism Council announced that Egypt’s Green Star Hotel programme had received “recognised” status from the organisation. Under the programme, which was developed with the assistance of Germany and is overseen by the Ministry of Tourism, 53 hotels have received certification for their environmental and social standards. In addition, Ramy managed the creation of a committee to oversee the development of green tourism in the country in April 2015. The committee will participate in conferences and seminars on sustainable tourism and initiate green tourism projects in cooperation with public and private entities. It will also provide legal, technical and administrative advice to those interested in pursuing projects related to sustainable tourism. 
Infrastructure 
Egypt is starting to turn its attention decisively towards infrastructure development. In late 2014, Hisham Zaazou, who served as minister of tourism until March 2015 and stepped back into the role in September 2015, said that a number of important tourism assets had fallen into disrepair since the events of 2011 and that the country would commit itself to their repair and rehabilitation. Hotels had fallen behind on maintenance and overall capacity was seen as too low given the future goals for expansion. 


In terms of antiquities access and infrastructure, Egypt is working to attract people back to the country by increasing accessibility. In November 2015 it opened three new sites in Luxor: the tomb of Amenhotep Huy, viceroy of Kush under Tutankhamun; Tomb TT 277 of Amunemonet; and Tomb TT 278 of Amunemhab. In addition, the tomb of Nefertari, a wife of Ramesses II, was scheduled for reopening in late 2014, having been closed for eight years. The tomb, known as the “Sistine Chapel of Egypt”, had been opened previously, but concerns about the deterioration of the paintings had led to its closure. 

In 2014 the government finished expanding Hurghada Airport on the Red Sea, doubling its capacity to 13m passengers a year. The project cost LE2.4bn ($327.1m). Other ongoing projects include a new sidewalk for the Al Arish Corniche and a new road in Khoweinat running from Qantara International Road to the antiquities market in the city. 
There are several other major projects also in the works. A total of 4.5m sq metres are being placed on offer on a build-operate-transfer basis for the construction of the South Magawish Sports Tourism Compound. The compound is to be situated between Hurghada and Safaga on the Red Sea. The warm climate and nearby attractions are to be combined with additional unique facilities, including an international-standard car racing track, hotels, spas, a sports training centre, parks and an aquarium. 
Other proposed projects include the Sixth of October Touristic City, at $1.1bn; Gamsha Tourist Centre ($1.2bn); Ras El Hejma Tourist Centre ($170m); Sharm El Foukary Tourist Centre ($170m); New Aswan Regional Touristic Centre ($315m); Emaar Misr Marassi Beach Resort ($1.7bn); Cairo Gate Mall ($820m); and Al Maza City Centre ($500m). 



Hotels 
At present, hotel capacity is not a problem. As of early 2015, the country had 225,000 hotel rooms available and 151,000 more being built. Egypt has accommodation to meet current and future demand if the 20m visitor target is reached, but what it does need is continued investment in restaurants, shops and other similar assets. 
One of the most high-profile recent openings was that of the Nile Ritz-Carlton, which opened in late 2015. The international hotel group had signed an agreement in 2009 to refurbish what was then the Nile Hilton, and it expected to complete the project in 2011. However, as a result of the unrest in the country, the project fell several years behind schedule. It has been reconsidered several times and an adjusted target of a 2013 completion was also missed. The reopening was seen as highly symbolic, as the Nile Hilton, when it was inaugurated in 1959, was the first truly international hotel in Egypt (and all the Middle East), and the ground-breaking project was successfully completed after the country had faced significant troubles. 
Diversifying Visitors
As Egypt works to sustain and improve its tourism market, it is looking to attract travellers from nearby countries. The goal is to have 35% of total visitors come from the Arab world. To help achieve this, in July 2015 the Egyptian Tourist Authority (ETA) opened an office in Abu Dhabi, its only such presence in the Arab region. Its slogan for GCC visitors is “Egypt is Close” and the campaign’s overall theme is titled “We Miss You”. The regional strategy has its limits. Iranian tourists are still not allowed to enter the country under the visa waiver programme due to security concerns, and Egypt recently closed its Istanbul tourist office. 



According to the ETA, Arab tourists are especially interesting because they tend to stay twice as long in the country as other groups and spend more per day than Europeans. Anecdotally, the strategy seems to be working. During the Eid Al Fitr holidays in 2015, resorts along the Red Sea coast were reporting 100% occupancy. The available statistics also indicate a very rapid rise in the number of people coming from these countries. Arab tourist arrivals grew substantially in 2015, with the number of Arab tourists visiting Egypt in July up 39.5% year-on-year, according to statistics from the Ministry of Tourism and ETA. The number of Emiratis jumped by 65.6% in the first seven months of the year, while the number of Saudi tourists was up 53.1% in that period. 
Egypt has also focused on Chinese tourists. It had attracted up to 109,000 people a year from China before the 2011 revolution, and a goal was set to raise that to 200,000 by 2015. In late 2014, during President Abdel Fattah El Sisi’s visit to Beijing, a tourism promotion event was held. Around that time, officials from the Ministry of Transportation held discussions with the Chinese authorities over private airline connections between the countries. 
The numbers, however, have not reached the desired targets. According to ETA figures, 106,227 Chinese travellers visited in 2010 and the total has been steadily declining ever since. By 2014, only 61,697 Chinese visited the country. Japanese tourism has dropped off even more, declining from 126,393 in 2010 to 12,352 in 2014. In total, East Asian tourism has fallen 50% since 2010.






Visas 
Egypt has benefitted from being a particularly easy market for foreign visitors to access, although in early 2015, there was a period in which visa rules became particularly confusing, and that may have taken a toll on overall numbers and the image of the country. It was announced in March 2015 that as of May, for security reasons, all visitors travelling independently would be required to apply for a visa from an Egyptian embassy overseas. Until that point, citizens from most Western countries had been allowed to buy a visa on arrival. Reports said that the policy would also apply to Sharm El Sheikh, a place where most people can enter without a visa. Tourists were put off by the possibility of having to deal with embassy lines and a potential 10-day wait for their paperwork to be processed. 
Highlighting the responsiveness of the government, the decision was reversed the following month and the earlier policy reinstated. Egypt said that it would soon be instituting an electronic visa system, similar to that which Turkey introduced in 2014. The system would accept identification cards from some countries, thus helping people without passports visit. The expectation was that the e-visa would increase tourist traffic by approximately 20%. 
Charters 
Charter tourism accounts for a significant percentage of Egypt’s inbound visitors. The Ministry of Tourism subsidises charter flights, but in a bid to reduce expenditures in light of budgetary pressures, it has been discussing cutting back. 




Subsidies have been major part of the country’s tourism strategy for some time. In 2011 an incentive was offered worth about $5 per seat, because of the unrest in the country, and in November 2014 the ministry started offering a payment of $30-40 per filled seat for flights coming into airports in South Sinai, the Red Sea, Luxor, Aswan, North Coast and Marsa Alam. According to the ETA, it was also considering expanding the subsidy so that it would be available to airlines coming from more distant destinations, such as East Asia. The payments are seen by the government as a good investment. For every dollar spent on stimulus programmes at Hurghada and Sharm El Sheikh, a total of $26 was generated, according to comments in the local press by Zaazou. 
However, in early 2015, Ramy said that the hope was to reduce the subsidy as the markets were picking up, with Hurghada and Sharm El Sheikh subsidies ending by November 2015. Ramy added money saved would be poured back into marketing. The proposal met with resistance from charter companies, such as TUI and Germany’s FTI, which agreed that traffic was on the rise, but added that the international tourism market was competitive and that Egypt was still in the development phase and in need of help to maintain and grow traffic. 
Metrojet 
In late October 2015 Metrojet flight 9268 from Sharm El Sheikh to St Petersburg crashed. The reactions from foreign governments included a spate of travel advisories and flight cancellations. Before the cause of the accident was known, the UK banned flights to Sharm El Sheikh, while Russia later banned Egypt Air from flying to Moscow. Russia’s Federal Security Service announced in mid-November that a bomb was responsible for the downing of the plane and deemed it a terrorist attack. 



Russians have been major contributors to Egypt’s tourism market in recent years, with more visitors coming from that country than from anywhere else. A total of 3.13m tourists visited in 2014, up from 2.8m in 2010. According to press reports, Zaazou had indicated that the flight bans could cost Egypt $280m per month. This is expected to have a significant impact on the sector, particularly given that the Russian market was already weakening in late 2014 and early 2015, due to the depreciation of the rouble and the slowdown in the Russian economy. 
After the downing of Metrojet flight 9268, campaigns were mounted to support visitors who still wanted to come to Sharm El Sheikh. Local tourism directors called for Egyptians to head to the Red Sea resort to help cushion the sudden downturn, while “I’m going to Sharm” messages of support started showing up on the internet (see analysis). 
Outlook 
The Egyptian tourism sector has performed well over the long term, and recent declines in terms of numbers employed and share of GDP are not characteristic of the sector’s performance. Tourism still contributes greatly to the economy and it has considerable potential. Some areas have significant room for development, such as parts of the White Mediterannean, while even the more established sites can be better utilised through additional investing and improved marketing campaigns. 
Overall, the country can enhance its tourism competitiveness internationally by improving infrastructure and by being more welcoming to foreign visitors. Ultimately, Egypt can get much more out of its natural and historical assets than is currently the case. It can also get ahead of the trend by developing what it has in a sustainable and eco-friendly way, thus guaranteeing that tourism will continue to contribute to the economy over the long term. 


Addressing the recent concerns about stability and security is not expected to be easy, but the country is currently making tremendous efforts to assure the world that travel there is safe, and it is committed to keeping tourists safe, investing a size-able marketing budget to overcome the negative impressions of the country. However, it may take time to win back some potential visitors, as many international tourists will want to see a period of stability before committing to a trip to Egypt. 
Over the long term, investors in the country are confident in its prospects. They are using this current slowdown to develop new markets, such as those for domestic and regional travellers, as well as investing in infrastructure and training for staff. When international visitor numbers begin to rise again, the operators expect that they will be well placed to take advantage of the increase in traffic, and they see this period as a time for consolidation.

Referensi