Minggu, 13 Agustus 2017

MENDORONG WAKAF PRODUKTIF DENGAN PEHIMPUNAN DANA INDONESIA

Sebelum berlakunya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, wakaf di Indonesia hanyalah berarti wakaf dari benda tak bergerak. Wakaf ini lebih banyak menekankan aspek pelestarian benda wakaf daripada aspek produktivitasnya. Apa yang disebut dengan wakaf produktif selama itu barulah menjadi wacana dan belum mendapatkan kekuatan legalitas. Tulisan ini mendeskripsikan pelaksanaan wakaf produktif di Indonesia pasca berlakunya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Wakaf produktif di Indonesia telah berkembang ke dalam dua model yaitu wakaf uang melalui bank syariah dan bantuan modal pengembangan wakaf produktif yang menjadi program Kementerian Agama Repubik Indonesia yang ber- tujuan mengembangkan wakaf dari berbagai sektor ekonomi riil di seluruh Indonesia. Akan tetapi dua model wakaf produktif tersebut belum mendapat sambutan antusias dari masyarakat setidaknya dikarenakan dua faktor. Pertama, persepsi masyarakat tentang wakaf sebagai semata ibadah yang tidak memiliki kaitan dengan soal pengembangan ekonomi. Kedua, rendahnya profesionalisme nazhir wakaf sehingga banyak wakaf di Indonesia tidak produktif dari segi ekonomi.




PENDAHULUAN
Wakaf sebagai salah satu lembaga Islam yang berkembang di Indonesia yang pada umumnya berupa tanah milik, erat sekali hubungannya dengan pembangunan. Semakin meningkatnya pembangunan di Indonesia, kebutuhan tanah baik untuk memenuhi ke-
butuhan perumahan perorangan maupun untuk pembangunan prasarana umum seperti jalan, pasar, sekolahan, fasilitas olah raga, dan industri meningkat pula. Kondisi ini menyebabkan masyarakat dan pemerintah mulai memikirkan usaha-usaha untuk memanfaatkan tanah yang ada secara efisien dan mencegah adanya pemborosan dalam memanfaatkan tanah.
Wakaf di Indonesia adalah identik dengan tanah, di mana wakaf memiliki kedudukan penting dalam membangun kesejahteraan umat Islam. Walaupun demikian, tidak banyak umat Islam Indonesia yang menyadarinya. Jika disejajarkan dengan instrument filantropi lain dalam Islam, masyarakat Indonesia lebih mengenal dengan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) dibanding dengan wakaf. Sebab, selama ini wakaf dikategorikan sebagai masalah ibadah atau kepemilikan Allah, akibatnya wakaf tidak boleh dikembangkan secara ekonomis. Padahal, wakaf adalah sangat strategis untuk pemberdayaan masyarakat, pembangunan ekonomi bangsa, dan kesejahteraan sosial.

Dinamika praktik wakaf di Indonesia, baik dari sisi konsepsional maupun institusional, tak lepas dari dinamika Islam maupun dinamika konteks dan kebutuhan masyarakat di zamannya. Pada awal penyiaran dan perkembangan Islam, wakaf identik dengan kebutuhan ibadah dan dakwah sehingga kegiatan wakaf yang ampak adalah terbatas dan terformat pada orientasi kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid, mushalla, madrasah, perkuburan dan sarana ibadah lainnya. Menurut Gibb dan Kramers, meskipun sepanjang sejarah Islam wakaf telah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat muslim, tetapi banyak pengelolaan wakaf tidak selalu mencapai hasil yang diinginkan. Berbagai studi terhadap pengelolaan wakaf selain memperlihatkan berbagai manfaat wakaf, juga memperlihatkan berbagai penyelewengan. Salah urus (mismanagement) wakaf sering terjadi dalam berbagai kasus. Dengan demikian, wakaf yang diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat tidak terwujud. Oleh karena itu, strategi pengelolaan wakaf yang baik perlu diciptakan untuk mencapai tujuan wakaf.
Pengelolaan dan pengembangan aset wakaf di era kontempore ini dituntut mengikuti pola paradigma produktif dalam arti yang berasaskan keabadian manfaat, responsibility, profesionalitas manajemen dan keadilan sosial, dan juga memenuhi aspek reformis dalam pemahaman wakaf, profesional dalam pengelolaan, manajemen nadzir dan sistem rekruitmen wakif sehingga diharapkan wakaf dikelola dengan pendekatan bisnis, yakni suatu usaha yang berorientasi pada keuntungan yang akan disedekahkan kepada para penerima.





Islam sangat mementingkan semua jenis kerja produktif. Al- Qur’an tidak saja telah mengangkat kerja produktif pada jenjang ibadah, tetapi juga selalu menyebutnya lebih dari 50 ayat bersamaan dengan konsep keimanan. Hubungan keduanya ibarat hubungan akar dengan pohon yang berkaitan keduanya. Dalam hal ini, al-Qur’an memerintahkan agar melanjutkan pekerjaannya setelah melakukan salat berjamaah. Manusia sebagai khalifah Tuhan adalah tugas manusia untuk bekerja keras membangun dunia ini dan menggali sumber-sumber alamnya dengan baik. Al-Qur’an sangat menentang kemalasan dan menyia-nyiakan waktu baik, karena malas bekerja maupun melakukan kegiatan yang tidak produktif. Dengan demikian, bagaimana implementasi wakaf di Indonesia pasca berlakunya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Sebab, sebelum undang-undang ini, undang-undang wakaf di Indonesia masih tergolong tradisional dan identik wakaf tidak bergerak. Karena itu, lahirnya undang-undang yang baru akan menjadi motivasi dalam pengembangan wakaf produktif dan professional.

Fundraising Wakaf
Fundraising merupakan pengumpulan dana. Fundraising Campain berarti kampanye pengumpulan dana. Fundraising juga dapat diartikan sebagai kegiatan dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat dan sumber daya lainnya dari masyarakat (baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah) yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional organisasi/lembaga sehingga mencapai tujuannya.



1) Tujuan Fundraising
Ada beberapa hal yang menjadi tujuan dari fundraising bagi sebuah organisasi pengelolaan wakaf adalah sebagai berikut :

a)     Pengumpulan dana. Dana yang dimaksudnya disini bukanlah uang saja, tetapi dana dalam arti luas. Termasuk di dalamnya barang dan atau jasa yang memiliki nilai materi.
b)    Menghimpun para wakif. Badan wakaf yang baik adalah badan wakaf yang setiap hari memiliki data pertambahan wakif. Dengan bertambahnya wakif secara otomatis akan bertambah pula jumlah dana yang terhimpun.
c)     Meningkatkan citra lembaga badan wakaf. Aktivitas fundraising yang dilakukan oleh sebuah organisasi pengelola badan wakaf, baik langsung maupun tidak langsung akan membentuk citra organisasi itu sendiri.
d)    Ketika sebuah badan wakaf melakukan penghimpunan dana  wakaf, maka ada tujuan jangka panjang untuk menjaga loyalitas wakif agar tetap memberikan sumbangan dana wakafnya kepada badan wakaf.
e)     Unsur-unsur fundraising
Ada beberapa unsur penting dalam fundraising adalah:
i.                   Kebutuhan wakif
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Wakif yang memahami Islam dengan baik akan banyak bertanya tentang bagaimana pelaksanaan pengelolaan serta pendistribusian wakaf yang dikelola oleh badan wakaf. Mereka menginginkan pengelolaan dan pendistribusiannya sesuai dengan tuntunan syariah dan diterima oleh Allah swt. Sehingga apabila pengelolaan dan  pendistribusian sesuai dengan syariah, mereka akan senantiasa berwakaf.

Adapun sesuatu yang dibutuhkan wakif adalah sebagai berikut:
1) Laporan dan pertangungjawaban
2) Manfaat bagi kaum umat
3) Pelayanan yang berkualitas
4) Silaturahmi dan komunikasi  







ii.                 Segmentasi
Segmentasi pasar merupakan suatu proses mengelompokkan  pasar keseluruhan yang heterogen menjadi kelompok-kelompok atau segmen-segmen yang memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan,keinginan, perilaku dan/atau respon terhadap program pemasaran spesifik.
Terdapat tiga pendekatan dalam segementasi pasar yaitu; pertama pendekatan pemasaran yang terdeferensiasi (dengan pembedaan), kedua pendekatan pemasaran yang tidak terdefeensiasi (tanpa pembeda) dan ketiga menggunkan pendekatan pemasaran yang terkonsentrasi.
iii.              Positioning
Positioning atau posisi pasar adalah bagaimana sebuah perusahaan memposisikan dirinya dengan para pesaing untuk memenuhi kebutuhan para pembeli dalam target pasar. Ada tiga langkah dalam melaksanakan positioning, yaitu:
a. Mengenali keunggulan-keunggulan yang mungkin dapat ditampilkan dalam hubungan dengan pesain. Mengenali keunggulan kompetitif yang mungkin memberikan nilai yang tersebar dengan cara mengedakan perbedaan yaitu; diferensiasi produk, jasa personal serta diferensiasi citra.
b. Memilih keunggulan-keunggulan yang paling kuat menonjol. Pertimbangan memilih keunggulan kompetitif yang paling menonjol adalah berapa banyak perbedaan yang dipromosikan dan perbedaan mana yang dipromosikan. c. Menyampaikan keunggulan itu secara efektif kepada target pasar.
iv.      Produk 
Produk adalah hal yang dapat ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk dapat berupa objek fisik dari jasa yang ditawarkan, misalnya produk perbankan (deposito, tabungan ATM), produk asuransi (asuransi jiwa,kesehatan, pendidikan), produk dari perusahaan konsultan dsb. Terkait dengan wakaf produktif (uang) maka dapat dikategorikan produk jasa.







iv.              Harga dan biaya transaksi
Harga bagi wakif adalah besaran nilai yang harus dikurbankan oleh seorang wakif untuk menikmati jasa penyaluran wakaf melaui badan wakaf. Penetapan harga merupakan strategi kunci di dalam sebuah badan wakaf sebagai konsekuensi dari regulasi, persaingan, rendahnya minat orang untuk berwakaf, serta peluang bagi badan wakaf untuk menetapkan positiongnya.





vi.      Promosi
Promosi merupakan salah satu variabel dalam manajemen pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan (badan wakaf) dalam memasarkan produk jasa kepada konsumen (wakif). Kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antar pengelola wakaf dengan wakif, melainkan juga sebagai alat untuk mempengaruhi wakif dalam kegiatan pembeliaan atau penggunaan jasa sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.

vii.     Maintance
Maintance merupakan upaya badan wakaf untuk senantiasa menjalin hubungan baik dengan wakif, agar supara wakif tetap loyal terhadap badan wakaf. Jika wakif loyal, maka seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan badan wakaf, penghimpunan dana wakafpun akan meningkat.

PENUTUP
Metode ”jemput bola” artinya adalah adanya interaksi langsung dengan calon wakif dengan cara mendatangi langsung ke instansi-intansi baik negeri maupun swasta untuk memberikan motivasi untuk berpartisipasi dengan harapan mendapatkan dana wakaf secara rutin dalam penghimpunan dana dengan sistem pemotongan sekian gaji dari masyarakat sesuai dengan kesepakatan, yang dihimpun oleh bendahara intansi dan disetor ke BWI setiap bulannya dengan atas nama instansi terkait.







DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud “System Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf”,
cet.1 Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1988
Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‟alam, cet.33, Beirut: Dar al-Masyriq,1992
al-Sayid, Sabiq, Fiqh al-Sunnah, jld.3, Beirut: Dar al-Fikr, 1992
Donna, D.R., “Penerapan Wakaf Tunai pada Lembaga Keuangan
Publik Islam”. Journal of Islamic Business and Economics, Vol.1,No.1. 2008,Echols dan Shadily, 2005
Esposito, John L. ed., Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Bandung:Mizan, 2001
Khotler, Philip Manajemen Pemasaran, Jakarta: PT. Prehallindo, 2002
Khotler, Philip dan Gery Armstrong, Dasar-dasar Pemasaran Jakarta: PT.Prehallindo,1997
Lubis, Suhrawardi K dkk., Wakaf dan Pemberdayaan Umat, Jakarta Sinar
Grafika, 2010
Lupiyoadi Rambat dan A. Hamdani, Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta: Salemba Empat, 2009
Nasution, Mustafa Edwin dan Uswatun Hasanah (ed)., Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam (Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, Jakarta: Program Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, 2006
Purwanto, April, Manajemen Fundraising bagi Organisasi Pengelolaan Zakat,Yogyakarta: Teras, 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar